Bencana Sumatera Dampak Deforestrasi, Ketua Harian Desa Bersatu Intsiawati Ayus: Riau Perlu Waspada!

Beranda, Berita34 Dilihat

 

Peta Wilayah Terdampak Bencana Sumatera

Tangkapan layar (screen capture) Peta Wilayah Terdampak Bencana Sumatera. Sumber: https://gis.bnpb.go.id/BANSORSUMATERA2025/ diakses 3 Desember 2025 pukul 05.29 WIB.

 

Jakarta, 4 Desember – desabersatu.or.id – Bencana Hidrometereologi berupa banjir dan tanah longsor di wilayah Sumatera (Bencana Sumatera) yang melanda tiga Provinsi yaitu Aceh, Sumatera Utara (Sumut), dan Sumatera barat (Sumbar) berdampak pada 51 Kabupaten/Kota  yang tersebar di tiga provinsi. Data tersebut berdasarkan pantauan Waktu-Nyata (realtime) Dashboard Penanganan Darurat Banjir dan Longsor Sumatra Tahun 2025 Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang dilansir dari laman situs https://gis.bnpb.go.id/BANSORSUMATERA2025/, yang diakses pada 4/12/2025 pukul 03.49 WIB.

Dashboard BNPB melaporkan Bencana Sumatera berdampak pada 3,3 juta jiwa mengalami dampak langsung. Jumlah korban meninggal dunia saat ini mencapai 770 jiwa, sementara 463 jiwa dinyatakan hilang. Jumlah korban terluka mencapai 2.600 jiwa serta 531.600 orang  mengungsi. Bencana ini juga menghancurkan ribuan rumah tinggal dan fasilitas umum seperti sekolah, jembatan, rumah ibadah, bahkan puskesmas.

Provinsi Aceh menjadi salah satu wilayah yang paling parah terdampak bencana. Hingga saat ini, tercatat 277 jiwa meninggal dunia, 193 jiwa dinyatakan hilang, 1.800 jiwa mengalami luka-luka, serta 449.600 warga mengungsi. Total penduduk yang terdampak secara langsung maupun tidak langsung di Provinsi Aceh mencapai 1,5 juta jiwa yang tersebar di 18 kabupaten/kota.

Provinsi Sumatera Utara menjadi wilayah dengan jumlah korban jiwa tertinggi. Tercatat 299 jiwa meninggal dunia, 159 jiwa masih dalam status hilang, 611 jiwa mengalami luka-luka, dan sebanyak 58.300 warga tercatat mengungsi. Total penduduk yang terdampak bencana di Sumatera Utara mencapai 1,7 juta jiwa, meliputi 17 kabupaten/kota yang masuk dalam kategori terdampak berat.

Provinsi Sumatera Barat dilaporkan 194 jiwa meninggal dunia, 111 jiwa lainnya masih berstatus hilang, 112 jiwa mengalami luka-luka, dan 23.800 warga mengungsi. Total penduduk yang terdampak bencana di Sumatera Barat mencapai 140.500 jiwa, tersebar di 16 kabupaten/kota. Menanggapi situasi yang berkembang, Ketua Harian Dewan Pengurus Pusat (DPP) Desa Bersatu  Dr. Hj. Intsiawati Ayus, S.H., M.H, yang juga merupakan Tokoh Masyarakat dari Riau menyampaikan duka dan keprihatinan yang mendalam.

“Saya berduka dan kita semua tentu sangat berduka atas bencana banjir bandang yang melanda saudara-saudara kita di tiga wilayah Provinsi di Sumatera. Mencermati perkembangan situasi, Kami berharap percepatan  penyaluran bantuan dan rehabilitasi bagi para korban”, ujarnya. Instiawati Ayus juga menyampaikan fokus prioritas saat ini pada penanganan dan percepatan  penyaluran  bantuan bagi para korban.

 

Ketua Harian DPP Desa Bersatu Intsiawati Ayus

Lebih lanjut, Instsiawati Ayus juga menyesalkan pernyataan Kepala BNPB Letjen TNI (Purn) Suharyanto sebelumnya yang sempat menyatakan “mencekam hanya di medsos” dan  “tidak mengira bencana akan sebesar ini”. Ia menyebutnya sebagai sikap nir-empati yang menurunkan rasa kemanusiaan. Suharyanto sendiri kemudian meminta maaf atas pernyataannya yang memicu kemarahan publik.

“Sikap tenang memang dibutuhkan dalam situasi penanganan bencana, namun tetap harus mengedepankan komunikasi krisis yang lebih sensitif terhadap situasi yang dialami oleh korban dan dirasakan oleh masyarakat luas,” tegasnya. Ia juga turut mengapresiasi upaya BNPB, Basarnas, TNI, Polri, masyarakat, dalam penanganan bencana.

Ancaman Bencana di Provinsi Riau

Intsiawati Ayus juga menyoroti kesiapsiagaan daerah lain, khususnya Riau untuk waspada. “Sebagai bagian dari masyarakat Riau, kawasan yang bertetangga dengan Sumut, Sumbar, dan Aceh, saya himbau seluruh unsur masyarakat dan pemerintahan daerah bersinergi meningkatkan kesiapsiagaan. Riau memiliki risiko serupa, mari rapatkan barisan dari gubernur hingga desa, belajar dari bencana Sumatera,” pungkasnya.

Himbauan ini mengingat Riau berbatasan langsung dengan provinsi terdampak dan memiliki ancaman bencana yang serupa. Laporan Kinerja Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Riau Tahun 2024 yang di rilis pada 27 Maret 2025 lalu memuat Nilai Indeks Risiko Bencana (IRB) Provinsi Riau pada Tahun 2024 adalah sebesar 137,69 (Rata-Rata Nasional: 144), dan Indeks Ketahanan Daerah (IKD) sebesar 0,47.

Provinsi Riau memiliki Indeks Risiko Bencana dan jumlah jiwa terpapar yang tergolong tinggi. Salah satu dasar diperlukannya upaya penanggulangan bencana adalah dengan melihat kejadian bencana yang pernah terjadi di Provinsi Riau. Berdasarkan data kejadian bencana dari Data Informasi Bencana Indonesia (DIBI) terdapat 6 (enam) jenis bencana alam pernah terjadi di wilayah Provinsi Riau dalam kurun waktu tahun 2009-2019.

6 Jenis Bencana Alam di Provinsi Riau

Sumber: Dokumen Kajian Risiko Bencana Nasional Provinsi Riau 2022 – 2026,  Kedeputian Bidang Sistem dan Strategi Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana, BNPB 2021. https://ppid.riau.go.id/download/101/1665720210dokumen-krb-nasional-riau-2022-2026-rev.pdf. Diakses pada 2 Desember 2025 pukul 12.08 WIB.

Kejadian bencana yang pernah terjadi tersebut menimbulkan dampak, baik korban jiwa, kerugian harta benda maupun kerusakan lingkungan/lahan serta menimbulkan dampak psikologis bagi masyarakat.

 

Kecenderungan Bencana di Provinsi Riau 2009 – 2019

Sumber: Dokumen Kajian Risiko Bencana Nasional Provinsi Riau 2022 – 2026,  Kedeputian Bidang Sistem dan Strategi Direktorat Pemetaan dan Evaluasi Risiko Bencana, BNPB 2021. https://ppid.riau.go.id/download/101/1665720210dokumen-krb-nasional-riau-2022-2026-rev.pdf. Diakses pada 2 Desember 2025 pukul 12.00 WIB.

Kemudian, kecenderungan bencana di Riau menempatkan Kebakaran Hutan dan lahan yang melonjak sejak tahun 2017 disusul Banjir di urutan kedua. Berdasarkan Dokumen Kajian Risiko Bencana Nasional Provinsi Riau 2022 – 2026 hasil analisis terhadap parameter ancaman, kerentanan, dan kapasitas, secara umum tingkat risiko untuk masing-masing bencana di Provinsi Riau adalah:

  1. Risiko banjir: tinggi meliputi 10 kabupaten dan 2 kota;
  2. Risiko banjir bandang: tinggi meliputi 6 kabupaten, sedang meliputi 1 kabupaten;
  3. Risiko cuaca ekstrim: tinggi meliputi 1 kabupaten dan 2 kota, sedang meliputi 9 kabupaten;
  4. Risiko gelombang ekstrim dan abrasi: sedang meliputi 6 kabupaten dan 1 kota;
  5. Risiko gempabumi: sedang meliputi 3 kabupaten, rendah meliputi 7 kabupaten dan 2 kota;
  6. Risiko kebakaran hutan dan lahan: tinggi meliputi 10 kabupaten dan 1 kota, sedang meliputi 1 kota;
  7. Risiko kekeringan: sedang meliputi 3 kabupaten, rendah meliputi 7 kabupaten dan 2 kota;
  8. Risiko tanah longsor: tinggi meliputi 3 kabupaten, sedang meliputi 4 kabupaten, rendah meliputi 2 kabupaten dan 1 kota;
  9. Risiko Likuefaksi: sedang meliputi 3 kabupaten, rendah meliputi 5 kabupaten dan 1 kota;
  10. Risiko epidemi dan wabah penyakit: rendah meliputi 8 kabupaten;
  11. Risiko kegagalan teknologi: rendah meliputi 10 kabupaten dan 2 kota;
  12. Risiko covid – 19: rendah meliputi 10 kabupaten dan 2 kota.

Bencana-bencana yang berpotensi di Provinsi Riau terdiri dari dua belas jenis yaitu Banjir, Banjir Bandang, Cuaca Ekstrim, Gelombang Ekstrim dan Abrasi, Gempabumi, Kekeringan, Kebakaran Hutan dan Lahan, Epidemi dan Wabah Penyakit, Tanah Longsor, Kegagalan Teknologi, dan Covid-19. Dua belas potensi bencana di Provinsi Riau tersebut dilaksanakan dalam pengkajian risiko bencana Provinsi Riau untuk tahun 2022 sampai tahun 2026.

Ancaman Dampak Deforestrasi di Riau

Berdasarkan data yang di rilis oleh Global Forest Watch, Provinsi Riau memiliki luas hutan alam sekitar 3,7 juta hektar pada tahun 2020, atau sekitar 41% dari total luas daratannya. Wilayah ini mengalami kehilangan tutupan pohon yang signifikan dengan total kehilangan mencapai 4,3 juta hektar. Hal ini menjadikan Riau Provinsi dengan tingkat deforestasi tertinggi di Indonesia dibandingkan wilayah lainnya yang rata-rata mencapai  940 ribu hektar.

 

Sumber: https://www.globalforestwatch.org/dashboards/country/IDN/24/ diakses pada 3 Desember 2025 pukul 15.22 WIB

Pada tahun 2024, Riau kehilangan sekitar 27 ribu hektar hutan alam akibat aktivitas seperti kebakaran hutan dan konversi lahan. Kehilangan ini setara dengan emisi karbon sebesar 19 juta ton CO₂. Data Global Forest Watch juga menunjukkan tren deforestasi di wilayah seperti Kampar, yang kehilangan 4,3 ribu hektar hutan alam pada 2024 serta Rokan Hulu dengan kehilangan 2,2 ribu hektar. Sementara di Kepulauan Riau yang berdekatan, kehilangan hutan alam mencapai sekitar 680 hektar pada tahun yang sama. Statistik tersebut menunjukkan tantangan dalam

Nilai IKD dan IRB 2024 kabupaten/kota Riau menunjukkan risiko cukup tinggi, meski tak masuk 50 tertinggi nasional. Secara global, World Risk Index 2025 menempatkan Indonesia di posisi ketiga negara berisiko tinggi, setelah Filipina dan India, dengan fokus banjir relevan bagi Sumatera dan Riau.

Potensi Banjir Bandang

Terkait kejadian bencana serupa dengan Bencana Sumatera yaitu banjir bandang dan tanah longsor, Provinsi Riau juga memiliki risiko bencana banjir bandang. Pada wilayah dengan tingkat risiko tinggi yaitu Kabupaten Kampar, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Pelalawan, Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hlir, dan Kabupaten Kuantan Singingi. Risiko banjir bandang di Riau tergolong tinggi yang tersebar di Kabupaten Kampar, Indragiri Hulu, Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, dan Kuantan Singingi. Berdasarkan Indeks Risiko Bencana Indonesia (InaRISK BNPB, https://inarisk.bnpb.go.id/irbi), ancaman bencana di wilayah Provinsi Riau menggambarkan ancaman luas, populasi terdampak, kerugian fisik/ekonomi, dan kerusakan lingkungan.

Rekomendasi Mitigasi Banjir Bandang di Riau

BNPB dalam Dokumen Kajian Risiko Bencana Nasional Provinsi Riau 2022 – 2026 merekomendasikan langkah pencegahan dan mitigasi fisik maupun nonfisik terhadap banjir bandang di Provinsi Riau perlu dilakukan dengan strategi dan pilihan tindakan/aksi antara lain:

  1. Penataan Ruang. Penataan ruang melalui atau dilakukan dengan cara:
    1. Identifikasi wilayah rawan banjir Bandang
    2. Pengarahan pembangunan menghindari daerah rawan banjir yang dilanjutkan dengan kontrol penggunaan lahan.
    3. Revitalisasi fungsi resapan tanah
    4. Pembangunan sistem dan jalur evakuasi yang dilengkapi sarana dan prasarana.
  2. Mitigasi Struktural Mitigasi struktural dilakukan dengan:
    1. Pembangunan tembok penahan dan tanggul di sepanjang sungai serta tembok laut sepanjang pantai yang rawan menjadi penyebab terjadinya banjir.
    2. Pengaturan kecepatan aliran dan debit air permukaan dari daerah hulu untuk mengurangi terjadinya bahaya banjir. hal yang bisa dilakukan diantaranya dengan reboisasi dan pembangunan sistem peresapan serta pembangunan bendungan/waduk.
    3. Pengerukan sungai, pembuatan sudetan sungai baik secara saluran terbuka maupun tertutup (terowongan).
  3. Penyuluhan/Kampanye Penyadartahuan Masyarakat Penyuluhan kepada masyarakat mengenai mitigasi dan respon terhadap kejadian banjir
  4. Peningkatan koordinasi antar pemangku kepentingan/stakeholder dalam menghadapi bahaya banjir bandang.
  5. Rehabilitasi fungsi-fungsi hidrologis pada daerah aliran sungai
  6. Pemeliharaan wilayah aliran sungai, waduk, bendungan dan irigasi di bagian hulu terutama pada bagian hulu

Sebagai penutup, Intsiawati Ayus menegaskan, “Ancaman bencana ekologis akibat korupsi hutan dan deforestasi di Riau cukup memprihatinkan, ini menuntut kita segera terapkan strategi mitigasi seperti reboisasi lahan gambut, rehabilitasi daerah aliran sungai, dan pembangunan tanggul untuk mengurangi risiko tinggi banjir bandang di enam kabupaten utama, sebelum bencana serupa melanda.” Tegasnya.

“Saya menghimbau seluruh elemen masyarakat Riau, mulai dari pemerintah daerah hingga warga dan Pemerintah Desa, untuk segera bertindak preventif dengan menerapkan strategi mitigasi dan memperkuat sistem peringatan dini di enam kabupaten berisiko tinggi banjir bandang yaitu Kampar, Indragiri Hulu, Pelalawan, Rokan Hulu, Rokan Hilir, dan Kuantan Singingi. Mari kita rapatkan barisan, hentikan perusakan hutan dan kembalikan kehijauan Riau sebelum ancaman ekologis ini menimbulkan korban dan kita sudah terlambat untuk menyesal,” tutup Instsiawati Ayus.