
Jakarta, desabersatu.or.id – Adat istiadat sebagai bagian dari keanekaragaman budaya merupakan unsur penting dalam bangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Pengakuan ini ditegaskan dalam Pasal 18B ayat (2) UUD 1945, yang menghormati masyarakat hukum adat selama selaras dengan prinsip NKRI.
Penguatan datang dari Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa – sebagaimana diubah dengan UU No. 3 Tahun 2024 – yang memberikan ruang bagi Desa Adat melalui Pasal 4 huruf c, 67 huruf a, dan penjelasan Pasal 72 huruf b, termasuk alokasi anggaran khusus untuk pembentukan Peraturan Desa Adat.
Meski demikian, Masyarakat Adat masih menghadapi sejumlah tantangan, diantaranya konflik agraria, marginalisasi budaya, dan kurangnya pengakuan hukum. Pemerintahan Desa, sebagai entitas terdekat dengan rakyat, memiliki posisi dan peran strategis dalam melindungi hak masyarakat adat dan melakukan upaya pelestarian nilai-nilai adat di desa.
Peraturan Desa Adat, sesuai Pasal 30 Permendagri No. 111 Tahun 2014, harus selaras dengan hukum adat lokal tanpa bertentangan dengan undang-undang lebih tinggi atau kepentingan umum. Proses pembentukannya demokratis, inisiatif dari Pemerintah Desa atau BPD, konsultasi publik, hingga penetapan oleh Kepala Desa, dengan pengawasan bupati/wali kota.
Dewan Pimpinan Pusat Desa Bersatu (DPP Desa Bersatu) menyambut masuknya Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat dalam Prolegnas DPR 2025-2029 sebagai momentum perlindungan hak adat.
Masuknya RUU ini sejalan dengan Keputusan DPR RI Nomor 64/DPR RI/I/2024-2025 tentang Prolegnas RUU 2025-2029 dan Prolegnas RUU Prioritas Tahun 2025, yang ditetapkan pada bulan September 2025 lalu melalui Rapat Paripurna. Keputusan ini menyetujui perubahan Prolegnas 2025–2029 yang mencakup 198 Rancangan Undang-Undang (RUU) dan menetapkan Prolegnas Prioritas 2026 sebanyak 67 RUU.
“DPP Desa Bersatu menyambut antusias RUU ini dan siap mengawal hingga menjadi undang-undang yang mencerminkan aspirasi desa. Ini komitmen kami untuk lindungi hak tradisional dalam NKRI,” ujar Muhammad Asri Anas, Ketua Umum DPP Desa Bersatu, dalam pernyataannya pada Minggu, 30 November 2025, di Jakarta.
Komitmen ini meliputi penguatan kapasitas desa, kolaborasi organisasi, komunikasi berkelanjutan dengan pemerintah, advokasi UU Masyarakat Hukum Adat, pembahasan inklusif Ranperda, serta penyaluran aspirasi ke DPD RI.
DPP Desa Bersatu menyatakan kesiapannya berkolaborasi dengan mitra strategis seperti Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), Majelis Adat Kerajaan Nusantara (MAKN), Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), dan DPD RI sebagai wakil Daerah.
“Kesiapan berkolaborasi dengan AMAN, MAKN, APKASI, dan DPD RI adalah langkah strategis untuk perkuat advokasi RUU Masyarakat Adat,” tambah Asri Anas. Kolaborasi diharapkan hasilkan rekomendasi kebijakan, laporan ke pemerintah, dan sinergi lebih kuat.
“Pengawalan RUU ini harus berkelanjutan karena menyangkut masa depan bangsa. DPP Desa Bersatu ingin memastikan suara desa, dan aspirasi desa-desa adat terserap dan terakomodir dalam UU Masyarakat Hukum Adat,” tegas Asri Anas.
Penyambutan RUU ini langkah menuju Indonesia adil dan inklusif. “Dengan kesiapan ini, kita ciptakan perubahan positif,” pungkas Asri Anas DPP Desa Bersatu mengajak seluruh komponen masyarakat untuk berkolaborasi bersama untuk mengawal RUU Masyarakat Hukum Adat demi penguatan NKRI melalui desa dan Masyarakat Adat.









Komentar